7

Update Delete

ID7
Original TitleKesakralan Darah Menurut Saksi-Saksi Yehuwa; Analisa Hierofani Mircea Eliade
Sanitized Titlekesakralandarahmenurutsaksisaksiyehuwaanalisahierofanimirceaeliade
Clean TitleKesakralan Darah Menurut Saksi-Saksi Yehuwa; Analisa Hierofani Mircea Eliade
Source ID2
Article Id01616699588
Article Id02oai:ojs.pkp.sfu.ca:article/3570
Corpus ID(not set)
Dup(not set)
Dup ID(not set)
Urlhttps://core.ac.uk/outputs/616699588
Publication Url(not set)
Download Urlhttps://core.ac.uk/download/616699588.pdf
Original AbstractSaksi-Saksi Yehuwa adalah sebuah gerakan anti-trinitarian yang tengah berkembang secara global dengan sejumlah doktrin teologis yang kontras dengan denominasi Kristen pada umumnya. Melihat Saksi-Saksi Yehuwa lebih dekat diperlukan untuk mewujudkan peta diskusi teologis yang lebih baik dalam Kristologi, penelitian ini bertujuan untuk menguraikan kesucian darah dalam pandangan Saksi-Saksi Yehuwa mengikuti skema Hierophany yang dirumuskan oleh Mircea Eliade (wafat 1986). Guna mencapai itu, penelitian ini menggunakan pendekatan antropologis dalam bentuk analisis wacana dan konten untuk menemukan inti pembahasan yang terkait dengan subjek. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kesakralan darah dalam denominasi Saksi-Saksi Yehuwa dapat diklasifikasikan sebagai bagian dari Hierofani, mewujudkan manifestasi dari item suci dengan konteks teologis Saksi-Saksi Yehuwa ynag memaknai Kehidupan itu sendiri. Kedudukan Darah yang ditinggikan dalam Saksi-Saksi Yehuwa menyiratkan larangan pembunuhan dan konsumsi darah dalam bentuk apapun, termasuk perawatan medis melalui transfusi darah. Selain itu, Saksi-Saksi Yehuwa juga percaya bahwa darah Yesus yang tertumpah ketika ia mati mengarah pada kesucian darah, melambangkan penebusan umat manusia secara global
Clean Abstract(not set)
Tags(not set)
Original Full Text Jurnal Religi : Jurnal Studi Agama-Agama Vol. 20, No. 01 (Jan-Jun 2024) ISSN: 2548-4753 (online) | 1412-2634 (print) DOI: https://doi.org/10.14421/rejusta.v120i1.3570 Kesakralan Darah Menurut Saksi-Saksi Yehuwa; Analisa Hierofani Mircea Eliade Abdullah Muslich Rizal Maulana (1), M. Adib Fuadi Nuriz (2), Dhea Rahmafani (3) Program Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin, Universitas Darussalam Gontor amrizalm@unida.gontor.ac.id (1), adeebnuriz@unida.gontor.ac.id(2), dhea.rahmafa0629@mhs.unida.gontor.ac.id (3) Abstrak Saksi-Saksi Yehuwa adalah sebuah gerakan anti-trinitarian yang tengah berkembang secara global dengan sejumlah doktrin teologis yang kontras dengan denominasi Kristen pada umumnya. Melihat Saksi-Saksi Yehuwa lebih dekat diperlukan untuk mewujudkan peta diskusi teologis yang lebih baik dalam Kristologi, penelitian ini bertujuan untuk menguraikan kesucian darah dalam pandangan Saksi-Saksi Yehuwa mengikuti skema Hierophany yang dirumuskan oleh Mircea Eliade (wafat 1986). Guna mencapai itu, penelitian ini menggunakan pendekatan antropologis dalam bentuk analisis wacana dan konten untuk menemukan inti pembahasan yang terkait dengan subjek. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kesakralan darah dalam denominasi Saksi-Saksi Yehuwa dapat diklasifikasikan sebagai bagian dari Hierofani, mewujudkan manifestasi dari item suci dengan konteks teologis Saksi-Saksi Yehuwa ynag memaknai Kehidupan itu sendiri. Kedudukan Darah yang ditinggikan dalam Saksi-Saksi Yehuwa menyiratkan larangan pembunuhan dan konsumsi darah dalam bentuk apapun, termasuk perawatan medis melalui transfusi darah. Selain itu, Saksi-Saksi Yehuwa juga percaya bahwa darah Yesus yang tertumpah ketika ia mati mengarah pada kesucian darah, melambangkan penebusan umat manusia secara global. Kata kunci: Darah, Hierofani, Kesakralan, Mircea Eliade, Saksi-Saksi Yehuwa Abstract Jehovah's Witnesses is one of the anti-trinitarian movements currently expanding globally with several contrasting theological doctrines to general Christian denominations. As a closer look at the Jehovah's Witnesses is necessary to realize a better map of theological discussion in Christology, this research aimed to elaborate on the sacred of the blood in Jehovah's Witnesses' view following the Hierophany schema formulated by Mircea Eliade (d. 1986). To reveal such an issue, this research came with an anthropological approach then used discourse and content analysis to discover the very core of the discussion related to the subject. This research concluded that the sacred of the blood in Jehovah's Witnesses denomination could be classified as a part of Hierophany, realizing the manifestation of the item as sacred with a specific theological context Jehovah's Witnesses defined as Life itself. The exalted position of Blood in Jehovah's Witnesses implied a prohibition of murder and blood consumption in any form, including carrying out medical treatment through blood transfusion. Moreover, Jehovah's Witnesses also believed that Jesus's spilled blood when he died leads to the sacredness of the blood, symbolizing the global atonement of humankind. Abdullah Muslich Rizal Maulana, dkk. 2 Keyword: Blood, Hierophany, Jehovah’s Witnesses, Mircea Eliade, Sacred PENDAHULUAN Darah dalam Agama Kristen merupakan sesuatu yang sangat berharga, terhormat, dan dijunjung tinggi. Darah, dalam teologi Kristen disimbolkan terkait dengan Darah Yesus yang menunjukkan kualitas kesucian untuk dihormati manusia. Begitulah arti bahwasanya darah Yesus sangat mahal. Darah Yesus Kristus merupakan bukti nyata bahwa Allah sangat menyayangi manusia, karena kematian Yesus untuk menebus dan membebaskan semua dosa manusia di muka bumi ini melalui curahan darahnya. Dengan begitu, darah menurut Kristen Mainstream sangat berharga karena berkaitan dengan kehidupan dan moral manusia.1 Sejatinya, umat Saksi-Saksi Yehuwa sangat menghormati kehidupan, dengan memberikan bukti tentang pandangan mereka terhadap sesuatu yang berhubungan dengan darah. Kesakralan darah dalam pandangan Saksi-Saksi Yehuwa terutama karena kehidupan kita sangatlah bergantung pada darah; darah yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuh kita, menyingkirkan karbon dioksida, dan membantu kita untuk memerangi penyakit. Darah tidak hanya mempunyai fungsi yang alami, tetapi darah juga dapat menyelamatkan kehidupan dengan cara yang lebih luas mengikuti sejumlah firman Tuhan yang telah disampaikan dalam Kitab Suci dan dicontohkan oleh diri Yesus.2 Dalam ranah akademik, penelitian terkait Saksi-Saksi Yehuwa cukup mudah ditemukan. Sayangnya, riset-riset tersebut pada umumnya berkutat pada perkara teologis. Choliq (2015), sebagai contoh, membandingkan fondasi teologis yang hadir dalam ajaran Saksi-Saksi Yehuwa dengan Islam terkait bagaimana cara membangun keluarga bahagia yang religius. 3 Ismail (2017, 2018), di lain sisi, konsisten dalam mendiskusikan diskursus-diskursus teologis-konseptual menurut Saksi-Saksi Yehuwa; mulai dari konsep Tritunggal,4 konsep Ketuhanan,5 konsep Yesus,6 hingga konsep Wahyu.7 Keseluruhan penelitian tersebut, secara umum, terlaksana secara normatif 1 Deki Nofa Aliyanto dan Sinta Kumala Sari, “Warna Merah Dalam Tradisi Etnis Tionghoa Sebagai Jembatan Komunikasi Untuk Memperkenalkan Makna Darah Yesus,” Jurnal Gamaliel :Teologi Praktika 1, no. 2 (September 2019): 98–99; Jessica A. Boon, “The Incarnate Body and Blood in Christianity,” dalam The Wiley Blackwell Companion to Religion and Materiality (John Wiley & Sons, Ltd, 2020), 43–60, https://doi.org/10.1002/9781118660072.ch2. 2 Jehovah’s Witnesses, “Saving Life With Blood—How?,” The Watchtower, 15 Juni 1991, 8–13. 3 Abdul Choliq, “MANAJEMEN BIMBINGAN KELUARGA BAHAGIA MENURUT AGAMA SAMAWI: Islam dan Kristen Saksi-Saksi Yehuwa,” JURNAL ILMU DAKWAH 35, no. 1 (2015): 78–95. 4 Roni Ismail, “DOGMA TRITUNGGAL MENURUT KRISTEN SAKSI-SAKSI YEHUWA,” RELIGI JURNAL STUDI AGAMA-AGAMA 13, no. 2 (Juli 2017): 133–53, https://doi.org/10.14421/rejusta.2017.1302-01. 5 Roni Ismail, “KONSEP KETUHANAN MENURUT KRISTEN SAKSI YEHUWA,” Jurnal Sosiologi Agama 10, no. 2 (20 Juli 2017): 111–32, https://doi.org/10.14421/jsa.2016.1002-04. 6 Roni Ismail, “Kedudukan Yesus dalam Ajaran Kristen Saksi Yehuwa,” Jurnal Religi 11, no. 2 (Juni 2018): 1–21, https://doi.org/10.14421/jsa.2017.112-08. 7 Roni Ismail, “Konsep Wahyu Menurut Saksi-Saksi Yehuwa,” Jurnal Religi 14, no. 1 (Agustus 2021): 1–10. 3 berdasarkan basis teologis Saksi-Saksi Yehuwa dengan merujuk kepada Kitab Suci dan karya-karya utamanya. Dialog teologis-apologetis pun telah dilakukan oleh Harefa (2021) yang secara serius meninjau konsep Kristologi Saksi-Saksi Yehuwa.8 Dalam konteks darah pun, sejumlah besar penelitian terpaku pada relasi medis dan agama, yang dalam hal ini mempertimbangkan pengaruh doktrin kesakralan darah dalam topik ilmu-ilmu kesehatan; sebagaimana yang telah dilakukan oleh Gutierrez-Vega et. al. (2014) dan Pugh (2020). Kedua penelitian mengafirmasi bahwa diskusi terkait Saksi-Saksi Yehuwa menghadirkan adanya tantangan tertentu di bidang medis dan relasinya dengan doktrin keagamaan.9 Tantangan tersebut, yang sudah barang tentu terkait secara detail dengan bagaimana darah memiliki kedudukan yang ‘tidak biasa’ dalam doktrin Saksi-Saksi Yehuwa kemudian ‘berbenturan’ dengan etika medis bahkan sudah dianalisa lebih dahulu oleh Muramoto (1998) dan Ridley (1999) yang mengevaluasi akan adanya ‘keterpaksaan’ jemaat Saksi-Saksi Yehuwa dalam mengikuti doktrin tersebut. Secara spesifik, konfrontasi antara religiusitas dengan etika medis yang dimaksudkan dapat ditemukan dalam konteks perlawanan keyakinan (conscience) masyarakat yang sesungguhnya dalam menuntut pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan, sementara mereka yang beriman dalam denominasi Saksi-Saksi Yehuwa tidak mampu semerta-merta ‘melanggar’ ketentuan keagaaman tersebut. Dalam konteks yang lebih luas, doktrin darah dalam Saksi-Saksi Yehuwa kemudian berujung pada berkembanganya segolongan masyarakat yang meniscayakan adanya perawatan medis tanpa melibatkan darah atau yang juga biasa disebut dengan ‘”no-blood” treatment’, meskipun dalam praktiknya, justru banyak berlawanan dengan etika-etika medis.10 Guna melengkapi karya-karya tersebut di atas, sekaligus mempertimbangkan posisi darah yang memiliki kesakralan yang tinggi dalam pemahaman denominasi Saksi-Saksi Yehuwa, makalah ini akan membahas tentang kesakralan darah menurut Saksi-Saksi Yehuwa berdasarkan teori sakral-profannya Mircea Eliade (w. 1986). Penelitian ini mengharapkan adanya temuan baru dalam diskusi atas doktrin Saksi-Saksi Yehuwa berdasarkan perspektif Antropologi yang ditekankan melalui bangunan teoritis Sakral Profan Mircea Eliade. Penelitian ini juga diasumsikan mampu 8 Berkat Setiaman Harefa, “MENJAWAB KESALAHAN KONSEP KRISTOLOGI SAKSI-SAKSI YEHUWA,” preprint (Open Science Framework, 28 Mei 2021), https://doi.org/10.31219/osf.io/7xyzs. 9 Rafael Gutierrez-Vega, Adriana Cecilia Gallegos-Garza, dan Germán Fajardo-Dolci, “Blood Transfusion in Jehovah’s Witnesses, a Dilemma in Medicine?,” Revista Médica Del Hospital General De México 77, no. 4 (Oktober 2014): 195–98, https://doi.org/10.1016/j.hgmx.2014.10.001; Jonathan Pugh, Autonomy, Rationality, and Contemporary Bioethics, First edition, Oxford Philosophical Monographs (Oxford, United Kingdom ; New York, NY: Oxford University Press, 2020), 217–21. 10 O Muramoto, “Bioethics of the Refusal of Blood by Jehovah’s Witnesses: Part 1. Should Bioethical Deliberation Consider Dissidents’ Views?,” Journal of Medical Ethics 24, no. 4 (1 Agustus 1998): 223–30, https://doi.org/10.1136/jme.24.4.223; D T Ridley, “Jehovah’s Witnesses’ Refusal of Blood: Obedience to Scripture and Religious Conscience.,” Journal of Medical Ethics 25, no. 6 (1 Desember 1999): 469–72, https://doi.org/10.1136/jme.25.6.469. Abdullah Muslich Rizal Maulana, dkk. 4 menjembatani urgensi lintas disiplin keilmuan (interdisipliner) yang beragam dalam studi-studi agama, terutama dengan fokus yang kali ini mendiskusikan doktrin darah menurut kepercayaan teologis denominasi Saksi-Saksi Yehuwa. Penelitian ini, akhirnya akan berupaya menjawab pertanyaan penelitian berikut: “Bagaimanakah kesakralan darah dalam Saksi-Saksi Yehuwa berdasarkan analisa teoritis Mircea Eliade?” Dalam lingkupnya sebagai sebuah penelitian keagamaan, penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan pendekatan antropologis (anthropological approach). Hal ini terutama oleh karena tujuan penelitian ini tidaklah lain kecuali untuk mengungkap kesakralan darah sebagaimana dimaksud dalam ajaran Saksi-Saksi Yehuwa. Di sini, pendekatan antropologis akan secara holistis memperhatikan gagasan keagamaan terkait dengan bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhan, dikotomi Sakral-Profan, praktik ritual, dan mitologi yang berhubungan dengan topik penelitian dimaksud.11 Sejalan dengan itu, penelitian ini menggunakan metode analisis konten dan diskursus dalam mengelaborasi doktrin darah dalam pemahaman denominasi Saksi-Saksi Yehuwa. Analisis Konten (content analysis) berbentuk analisis tekstual yang menggambarkan dan menjelaskan karakteristik yang dari pesan yang terkandung di dalam sebuah sumber teks.12 Di sini, peneliti terutama akan menjelajahi sumber data yang hadir dalam sumber-sumber denominasi Saksi-Saksi Yehuwa terkait dengan kesakralan darah dan mengaitkannya satu dengan yang lain untuk memahami ekspresi dan identitas keagamaan yang dikandung dalam doktrin teologis tersebut; sebagai sebuah simbol dengan makna tertentu, metode analisis konten mampu mendalami secara tepat kaitan antara makna yang dikandung dengan simbol yang ditangkap oleh peneliti berdasarkan sebuah pemahaman keagamaan: darah dalam Saksi-Saksi Yehuwa.13 Sementara metode analisis diskursus (discourse analysis) menganalisa bagaimana identitas, hubungan, kepercayaan, dan sistem pengetahuan terbangun dalam sebuah istilah kebahasaan.14 Di sini, darah tidaklah lagi dilihat sebagai ‘darah’ sebagaimana umumnya namun sebagai sebuah diskursus tertentu yang hadir dalam konstruksi kepercayaan imani Saksi-Saksi Yehuwa; maka dari itu, pendalaman akan pertanyaan penelitian akan lebih fokus terbatas pada lingkup penelitian yang dimaksud, yaitu kesakralan darah dalam perspektif Saksi-Saksi Yehuwa. Hasil penelitian yang 11 David N. Gellner, “Anthropological Approaches,” dalam Approaches to The Study of Religion, ed. oleh Peter Connolly, Reprinted (London: Continuum, 2002), 36. 12 Jr Woods Robert H. dan Chad Nelson, “Content Analysis,” dalam The Routledge Handbook of Research Methods in The Study of Religion, ed. oleh Michael Stausberg dan Steven Engler (London ; New York: Routledge, 2011), 109–10. 13 Woods dan Nelson, 113. 14 Titus Hjelm, “Discourse Analysis,” dalam The Routledge Handbook of Research Methods in The Study of Religion, ed. oleh Michael Stausberg dan Steven Engler (London ; New York: Routledge, 2011), 134. 5 definitif, komprehensif, dan detail akan lahir berdasarkan proses analisa yang dibantu oleh gagasan Hierofani Mircea Eliade dalam mengungkap kesakralan darah dalam denominasi tersebut. Kedua metode ini akhirnya akan mendukung satu dengan lainnya dalam upaya menjawab pertanyaan penelitian. PEMBAHASAN DAN DISKUSI Sakral dan Profan dalam Studi Agama: Tinjauan Teoritis Umum dan Urgensi Hierofani dan Teofani Mircea Eliade Sakral (Eng: sacred/ sacredness) dan Profan (Eng: Profane) memiliki posisi yang cukup urgen dalam Studi Agama; Sakral mencakup hal-hal yang bersifat atau secara khusus terkait dengan peribadatan kepada Tuhan; 15 ia bisa mencakup pengertian yang luas sebagai sesuatu yang bebas dan terlindungi dari pencemaran, pengacauan dan pelanggaran; juga dimaknai sebagai sesuatu yang dihormati dan dimuliakan.16 Variabel ini biasanya disematkan secara spiritual atas bentuk penghambaan dan objek atau tempat-tempat tertentu, yang kemudian menjadikan item tersebut bermakna lebih tinggi daripada barang lainnya yang mungkin serupa secara wujud.17 Oleh karena nilai yang sangat tinggi itulah, sebagaimana dicatat Stein (2021): “...The devoted actor hypothesis proposes that actors are willing to engage in extreme and costly behaviors to protect their sacred values. Thus, group rituals —as physical representations of sacred group values...”18 Sedangkan Profan adalah merupakan paradigma anti-tesis atas Sakral yang memandang entitas materi sebagai substansi agung untuk mencapai sebuah kesempurnaan. ‘Sakral’ dan ‘Profan’ merupakan sebuah bangunan klasifikasi realitas yang memisahkan karakteristik sistem sosial budaya secara umum. Pemisahan ini terkait dengan segenap realitas, termasuk konsep Tuhan, Dewa, dan Roh; alam dan kekuatan kosmik, manusia dan spesies hewan lainnya, serta tatanan keluarga moralitas, yang terintegrasi ke dalam satu tatanan yang dualistis.19 Pendek kata, jika Sakral merujuk kepada sebuah ke-Maha-an, Profan justru menunjukkan sebuah homogenitas normal dan keduniawian sehari-hari. 20 Durkheim (w. 1917) berpandangan adanya sikap profan disebabkan 15 Aning Ayu Kusumawati, “NYADRAN SEBAGAI REALITAS YANG SAKRAL: PERSPEKTIF MIRCEA ELIADE,” thaqafiyyat 14, no. 1 (2013): 1–16. 16 Tantri Wulandari, “AGAMA: ANTARA YANG SAKRAL, YANG PROFAN DAN FENOMENA DESAKRALISASI,” Refleksi Jurnal Filsafat dan Pemikiran Islam 14, no. 2 (2014): 166; Nurdinah Muhammad, “MEMAHAMI KONSEP SAKRAL DAN PROFAN DALAM AGAMA-AGAMA” 15, no. 2 (2013): 280. 17 Peter L Berger, The Sacred Canopy Elements of a Sociological Theory of Religion (New York: Doubleday & Company, Inc, 1967); Fuad Zubaidi, “PERWUJUDAN KONSEP DAN NILAI-NILAI KOSMOLOGI PADA BANGUNAN RUMAH TRADISIONAL TORAJA,” Ruang 2, no. 1 (2010): 1–8. 18 Daniel H Stein, “A Sacred Commitment: How Rituals Promote Group Survival,” Current Opinion in Psychology, 2021, 116. 19 José Casanova, “Global Religious and Secular Dynamics: The Modern System of Classification,” Brill Research Perspectives in Religion and Politics 1, no. 1 (2019): 15, https://doi.org/10.1163/25895850-12340001. 20 Kristina Sinks, “The Sacred, The Profane, and The Spirit,” Journal Religious Studies 2, no. 2 (2017): 2. Abdullah Muslich Rizal Maulana, dkk. 6 tingginya kekuatan imajinasi dalam memersepsikan segala entitas materi di realitas.21 Tingginya kekuatan imajinasi mempengaruhi sikap dan paradigma masyarakat dalam kehidupan beragama.22 Penggambaran Sakral dan Profan juga mampu kita dapati dari pemahaman bahwa segala entitas materi yang didapatkan melalui persepsi manusia membentuk gambaran-gambaran tertentu. Gambaran persepsi tersebut, dipengaruhi daya emosional dan alam bawah sadar manusia sehingga meningkatkan kualitas imajinasi dalam paradigma yang beragam. Kualitas imajinasi tersebut kemudian digunakan untuk menjustifikasi sumber kebenaran melalui entitas-entitas materi berupa kemajemukan aturan dan sistem.23 Konstruksi inilah yang berimplikasi kepada lahirnya aturan dan sistem yang Sakral maupun Profan dalam memersepsi entitas materi dalam realitas; sebagaimana dituliskan oleh Gribetz (2020): “...there are no purely profane or solely sacred spaces”, and this turn away from the sacred‐profane dichotomy allows us to consider spaces in which devotional practices and religious rituals take place in diverse ways....”24 Pemahaman lebih lanjut akan Sakral dan Profan juga dapat kita dapati dari karakteristik yang paling mendasar dari setiap kepercayaan agama. Esensi fundamental tersebut bukanlah terletak pada elemen-elemen supernatural melainkan terletak pada konsep-konsep dan objek-objek yang (dianggap) sakral tersebut.25 Seluruh keyakinan keagamaan apa pun, baik yang sederhana maupun yang kompleks, memperlihatkan satu karakteristik yang umum, yaitu memisahkan antara yang Sakral dan Profan, yang selama ini dikenal dengan natural dan supernatural; Sakral selalu diartikan sebagai sesuatu yang superior, berkuasa, yang mana ketika dalam keadaan normal hal-hal tersebut tidak tersentuh dan selalu dihormati, sementara Profan merupakan bagian dari keseharian dari hidup dan bersifat biasa saja.26 Sakral dan Profan, keduanya terkait dengan lokasi yang sangat berbeda satu sama lain, salah satunya merupakan tempat yang disebut Sakral, entah itu hidup maupun dipisahkan, sedangkan 21 Howard Robinson, Perception, ed. oleh Ted Honderich (London: Rouletdge, 2003), 31; Emile Durkheim, The Elementary Forms of Religious Life, trans. oleh Karen E. Fields (New York: Free Press, 1995), xxxiv. 22 C. G. Jung dan Aniela Jaffé, Memories, Dreams, Reflections, Rev. ed (New York: Vintage Books, 1989), 237. 23 Jung dan Jaffé, 11. 24 Sarit Kattan Gribetz, “Sacred Spaces,” dalam A Companion to Late Ancient Jews and Judaism (John Wiley & Sons, Ltd, 2020), 455, https://doi.org/10.1002/9781119113843.ch28. 25 Radoslav Hlúšek, “Ritual landscape and sacred mountains in past and present Mesoamerica,” Reviews in Anthropology 49, no. 1–2 (2 April 2020): 39–60, https://doi.org/10.1080/00938157.2020.1805168; Amots Dafni, “The Supernatural Characters and Powers of Sacred Trees in the Holy Land,” Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine, 2007, 16. 26 Mibtadin, “Transformasi Rural Sufism ke Spiritualitas Kemanusiaan Kalangan Muslimat NU Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur,” Jurnal SMART (Studi Masyarakat, Religi, dan Tradisi) 6, no. 1 (29 Juni 2020): 97–112, https://doi.org/10.18784/smart.v6i1.830; Sinks, “The Sacred, The Profane, and The Spirit,” 2. 7 ruang yang lain untuk penggunaan Profan;27 Sakral bersifat kolektif, sementara Profan bersifat individu.28 Sakral merupakan gabungan dari representasi elemen misterius, pikiran, masyarakat, aktivitas sosial, fenomena religius yang kolektif, spiritual, dan irasional; Sedangkan Profan merupakan hasil pikiran dan aktivitas individual, representasi personal, temporal, dan dapat dipahami secara rasional.29 Sakral dan Profan menurut Mircea Eliade: Hierofani dan Teofani Di antara sejumlah alasan mengapa gagasan Mircea Eliade memiliki keunggulan dibandingkan dengan tokoh-tokoh antropolog lainnya adalah Eliade menekankan signifikansi Hierofani (Hierophany) dibandingkan dengan Teofani (Theophany) dalam analisisnya. Hierofani, dalam pandangan Eliade, jauh lebih luas dibandingkan Teofani; oleh karena Hierofani memberikan ruang manifestasi untuk hal-hal di luar persona Tuhan untuk menjadi sakral, sementara bagi Teofani, hanya ‘sosok’ atau ‘figur’ Tuhan saja yang bisa memanifestasikan kesakralan dirinya.30 Relasi yang dimunculkan antara Hierofani dan Teofani inilah yang memberikan kontribusi lebih dalam penjabaran Sakral dan Profan terutama dalam kaitannya di Studi Agama; sebagaimana dituliskan oleh Doniger (2004): “His concept of hierophany, the sudden irruption of the sacred in the profane world, sacred time opening to the transcendent, resulting in radical discontinuities, has proved a far more widely applicable and heuristic term than the older, narrower term “theophany,” denoting the manifestation of a god.”31 Doniger, dengan ini mencatat adanya terobosan dalam penjabaran topik Sakral dan Profan dalam studi agama yang berkembang di tangan Eliade yang lebih diterima oleh khazanah akademik luas dibandingkan yang telah hadir sebelumnya. Lebih dari itu, pendekatan yang ditawarkan Eliade berkontribusi lebih kepada pemikiran kebudayaan dan keagamaan Posmodern atas pola-pola simbolik yang terintegrasi dan bermakna sebagai fondasi lebih lanjut atasu studi perbandingan agama (Comparative Religion) abad 20 dan kemudian.32 Kekuatan konspetual Eliade dalam penjabaran Sakral dan Profan sebagaimana telah dicontohkan oleh Frunză (2019), Groza (2021), dan Hwang (2021), selayaknya telah menunjukkan kontinuitas pemikiran Eliade di kajian 27 Matthew T. Evans, “The Sacred: Differentiating, Clarifying and Extending Concepts,” Review of Religious Research 45, no. 1 (2003): 32–47. 28 W. S. F. Pickering, Durkheim’s Sociology of Religion: Themes and Theories, 1 ed. (ISD LLC, 2009), 120. 29 Pickering, 121. 30 Paul Larson, “Hierophany,” dalam Encyclopedia of Psychology and Religion, ed. oleh David A. Leeming (Boston, MA: Springer US, 2014), 804–5, https://doi.org/10.1007/978-1-4614-6086-2_300. 31 Mircea Eliade dan Wendy Doniger, “Foreword to The 2004 Edition,” dalam Shamanism : Archaic Techniques of Ecstasy, trans. oleh Willard R. Trask (Princeton, NJ: Princeton University Press, 2004), xiii. 32 Eliade dan Doniger, xiii. Abdullah Muslich Rizal Maulana, dkk. 8 antropologi kontemporer33 yang juga dikembangkan oleh peneliti-peneliti selanjutnya hingga saat ini.34 Dalam Nine Theories of Religions, Pals (2015) mengutip di awal dalam menjelaskan elaborasi Eliade terkait Sakral dan Profan, Eliade menjelaskan bahwa sejarah harus dilihat ‘keluar’ dari konteks zaman ini; mendalami dunia yang kuno, di mana masyarakat hidup di zaman prasejarah menjadi kunci dalam menjelaskan penjelajahan manusia di dunia ketika sebatas mencari kehidupan dari memancing, bertani, dan berburu.35 Tipe masyarakat ini, sungguh kecil atau Archaic namun disinyalir memberikan sumbangsih yang nyata terhadap sejarah pengembangan umat manusia; yang dari sinilah dapat dilacak ‘dua dunia’ kehidupan yaitu Sakral (Sacred) dan Profan (Profane); Sakral adalah hal-hal yang merupakan bagian dari supranatural, segala sesuatu yang luar dari fakta kebiasaan, senantiasa dapat diingat, dan berperan sangat penting dalam peradaban umat manusia. Sebaliknya, Profan adalah hal-hal yang sifatnya merupakan urusan harian manusia yang bersifat acak, rapuh, senantiasa berubah. Berdasarkan klafisikasi inilah, Eliade memberangkatkan definisinya tentang apa itu Agama.36 Dalam catatan Eliade, Polaritas akan elemen keagamaan yang Sakral dan Profan sering disebut-sebut sebagai sebagai oposisi antara yang nyata (real) dan tidak nyata (unreal) -yang dalam hal ini disebutnya sebagai pseudoreal.37 Menurut Eliade, sejarah Agama-Agama -dari mulai konsepsi yang paling primitif hingga yang paling berkembang- selalu dibangun dengan jumlah besar atas konsepsi Hierofani melalui manifestasi realitas-realitas yang Sakral.38 Representasi tersebut, dapat kita lacak dari level yang paling mendasar -seperti manifestasi batu yang suci atau pohon keramat- hingga ke tingkat yang lebih tinggi seperti inkarnasi Tuhan pada Yesus. Berdasarkan itu, Eliade mengafirmasi akan kenyataan adanya fenomena yang tidak dapat kita ketahui sebagai wakil akan 33 Sandu Frunză, “HUMAN CONDITION AND THE SACRED IN THE DIGITAL ERA,” Journal for the Study of Religions and Ideologies 18, no. 52 (2019): 14; Elvira Groza dan Adrian Groza, “THE EXPERIENCE OF THE LIMIT OR THE FAILURE OF THE HUMAN: A PHILOSOPHICAL ANTHROPOLOGY AGAINST THE BACKDROP OF THE SACRED-PROFANE DIALECTIC,” Journal for the Study of Religions and Ideologies 20, no. 59 (2021): 17; Eun Young Hwang, “CHARLES TAYLOR AND MIRCEA ELIADE ON RELIGION, MORALITY AND ORDINARY LIFE,” Journal for the Study of Religions and Ideologies 20, no. 59 (2021): 15. 34 Flavio A. Geisshuesler, “A Parapsychologist, an Anthropologist, and a Vitalist Walk into a Laboratory: Ernesto de Martino, Mircea Eliade, and a Forgotten Chapter in the Disciplinary History of Religious Studies,” Religions 10, no. 5 (1 Mei 2019): 304, https://doi.org/10.3390/rel10050304; H. Sidky, “The Study of Religion in Anthropology: Science, Non-Science, and Nonsense,” Journal of Cognitive Historiography 6, no. 1–2 (6 Januari 2022): 217–28, https://doi.org/10.1558/jch.41062. 35 Daniel L. Pals, Nine Theories of Religion, Third edition (New York: Oxford University Press, 2015), 232. 36 Pals, 232. 37 Mircea Eliade, The Sacred and The Profane The Nature of Religion, trans. oleh Williard R.Trask (New York: a Harvast Book, 1959), 13; Mircea Eliade, Patterns in Comparative Religion, trans. oleh Sheed Rosmery (New York: Editions Payot, Paris, 1958), 12. 38 Eliade, The Sacred and The Profane The Nature of Religion, 11. 9 adanya tatanan dunia ‘lain’ yang sangat berbeda dengan dunia manusia yang Profan. Realitas tersebut tidaklah merupakan bagian dari dunia yang kita tinggali saat ini namun berada di dunia yang Sakral tersebut.39 Terkait dengan ini, Eliade menulis: "In each case we are confronted by the same mysterious act—the manifestation of something of a wholly different order, a reality that does not belong to our world, in objects that are an integral part of our natural "profane" world."40 Eliade juga memberikan penjelasan spesifik dari sudut pandang sejarah; Mitos -kumpulan cerita dan kisah supernatural-, yang banyak membangun sejarah keagamaan, dalam pandangan Eliade, faktanya telah mengungkap tabir kreativitas manusia yang kemudian menunjukkan kesakralan tersendiri dari sebuah sistem keagamaan. Dalam hal ini, Mitos menggambarkan sejumlah terobosan yang dramatis dari yang Sakral ke dunia Profan; Oleh karena Mitos selalu dianggap sebagai bagian dari narasi yang Sakral, Mitos dengan sendirinya merupakan sejarah yang benar adanya (the true history) karena senantiasa berhubungan dengan realitas. Keberadaan dunia Profan, dengan kata lain, tidaklah kecuali untuk membuktikan kebenaran Mitos akan sejarah umat manusia.41 Hierofani, dalam konteks ini, memunculkan identitas suci dalam berperilaku dan mengatur alam semesta; Melalui manifestasi model ideal tersebut, figur-figur yang Sakral memberikan makna dan tujuan kepada manusia.42 Dengan kata lain, segenap elemen kemanusiaan harus menyesuaikan kepada model-model Sakral yang diberikan Hierofani untuk mencapai konstruk realitas yang sejati di tingkat transenden.43 Eliade, lagi-lagi, menekankan dimensi Hierofani dan Teofani sebagai dualitas entitas dalam struktur keagamaan, sebagaimana ia menuliskan sebagai berikut dalam karyanya Patterns in Comparative Study of Religions: “Each must be considered as a hierophany in as much as it expresses in some way some modality of the sacred and some moment in its history; that is to say, some one of the many kinds of experience of the sacred man has had. Each is valuable for two things it tells us: because it is a hierophany, it reveals some modality of the sacred; because it is a historical incident, it reveals some attitude man has had towards the sacred.” 44 Dalam pendalamannya atas pemikiran Eliade, Barth (2013), menekankan bahwa pemahaman mitologi masa lalu sangat penting untuk dapat memahami bahwa kisah-kisah asli 39 Eliade, 11. 40 Eliade, 12. 41 Mircea Eliade, Myth and Reality, trans. oleh Willard R. Trask (New York: Harper & Row, 1963), 6. 42 Eliade, The Sacred and The Profane The Nature of Religion, 21. 43 Mircea Eliade, Cosmos and History The Myth of Eternal Return, trans. oleh Williard R.Trask (New York: Harper & Brothers, 1954), 5. 44 Eliade, Patterns in Comparative Religion, 2. Abdullah Muslich Rizal Maulana, dkk. 10 tradisional yang disampaikan, tidaklah lagi berlaku sebagai bagian dari sejarah, melainkan sebuah kondisi dan situasi yang memungkinkan manusia untuk menentukan tempat dan kedudukannya dalam susunan kosmos.45 Kowalska (2021), di lain sisi, menunjukkan betapa Eliade mengonsepsikan mitos sebagai alat yang tidak hanya mampu menjelaskan hakikat eksistensi dunia kepada manusia namun juga ‘melindungi’ identitas dari ide-ide Renaissance yang kering akan nilai dan tujuan hidup. Mitos, dalam hal ini, merespon kepada problem kefanaan, ketakutan, ketidakpastian, dan keputusasaan umat manusia dalam memilih antara kebebasan dan otonomi individu dengan keberserahan diri kepada yang Sakral.46 Di sini, dapat kita lihat melalui konsepsi Hierofani, selain menjabarkan konsepsi seistem keagamaan, juga telah mengantarkan sebuah model kritik terhadap dunia sekular yang sangat rentan dengan krisis spiritual dan menjauhkan umat manusia dari nilai-nilai yang semestinya.47 Darah dalam Pandangan Saksi-Saksi Yehuwa Darah menurut Saksi-Saksi Yehuwa adalah sesuatu yang suci. Berdasarkan pembacaan mereka atas sejumlah ayat Alkitab The New Translation seperti Genesis 9: 3-4, Leviticus 17: 13, dan Acts 15: 28-29, Tuhan menyatakan bahwa roh atau kehidupan segenap makhluk berada di dalam darah. Oleh karena itu, umat manusia dilarang memakan darah.48 Larangan konsumsi ini mencakup larangan untuk menyantap makanan yang diolah dari hewan-hewan yang dalam proses kematiannya tidak mengalami proses pengeluaran darah yang lazim;49 jika hewan tersebut tercekik atau mati dalam perangkap, maka ia tidak boleh dimakan. Jika ia ditombak atau ditembak senapan dalam buruan, maka darah dalam hewan tersebut harus dikeluarkan segera untuk dapat dimakan.50 Aturan ini, 45 Christiane Barth, “In Illo Tempore, Im Zentrum Der Welt: Mircea Eliade Und Religionswissenschaftliche Konzepte von Heiliger Zeit Und Heiligem Raum In Illo Tempore, at the Center of the World: Mircea Eliade and Religious Studies’ Concepts of Sacred Time and Space,” Historical Social Research Vol. 38 No. 3 (2013): 61, https://doi.org/10.12759/HSR.38.2013.3.59-75. 46 Agnieszka Turoń-Kowalska, “BETWEEN SACRUM AND PROFANUM. THE PROBLEM OF MYTH IN THE WORKS OF MIRCEA ELIADE AND LESZEK KOŁAKOWSKI,” Journal for the Study of Religions and Ideologies 20, no. 59 (2021): 17. 47 Alina Preda, “Towards an Integral Study of Religiosity Rooted in Mircea Eliade’s New Humanism,” Studia Universitatis Babeș-Bolyai Philologia 66, no. 1 (30 Maret 2021): 109–25, https://doi.org/10.24193/subbphilo.2021.1.09; Laurie B. Agrimson dan Lois B. Taft, “Spiritual Crisis: A Concept Analysis,” Journal of Advanced Nursing 65, no. 2 (Februari 2009): 454–61, https://doi.org/10.1111/j.1365-2648.2008.04869.x; Giovanni Caroli, Humanism, Theology, and Spiritual Crisis in Renaissance Florence: Giovanni Caroli’s Liber dierum lucensium: A Critical Edition, English Translation, Commentary, and Introduction, ed. oleh Amos Edelheit (BRILL, 2018), https://doi.org/10.1163/9789004346130. 48 Jehovah’s Witnesses, “Showing Respect for Life and Blood,” dalam What Does God Require of Us? (Watchtower Bible and Tract Society of New York, 2021), 24–25, https://www.jw.org/en/library/books/What-Does-God-Require-of-Us/Showing-Respect-for-Life-and-Blood/. 49 Sergey Ivanenko, “Opposition to Jehovah’s Witnesses in Russia: The Anti-Cult Context. The Role of Anti-Cult Myths About Jehovah’s Witnesses in the Increasing Persecution of This Denomination in the Russian Federation,” The Journal of CESNUR, no. Volume 4, Issue 6 (4 November 2020): 25–40, https://doi.org/10.26338/tjoc.2020.4.6.3; Muramoto, “Bioethics of the Refusal of Blood by Jehovah’s Witnesses.” 50 Witnesses, “Showing Respect for Life and Blood.” 11 sebagaimana tercatat dalam Insight on the Scriptures, telah hadir semenjak zaman awal penciptaan manusia, termasuk mencakup daripadanya larangan untuk menumpahkan darah -membunuh- sesama manusia.51 Kesakralan darah dalam pandangan Saksi-Saksi Yehuwa juga terlihat jelas dalam penjabaran darah Yesus yang tumpah ketika kematiannya. Berdasarkan pembacaan atas Ephesians 1: 7, darah Yesus merupakan simbol kehidupan umat manusia yang didasari pengorbanan Yesus, termasuk pengampunan akan dosa dan kehidupan yang abadi. Ketika seorang manusia menjauhkan dirinya dari darah, maka ia telah menyatakan iman yang sesungguhnya bahwa hanya darah Yesus-yang hanya dapat menebus dosa mereka dan menyelamatkan kehidupan umat manusia.52 Darah Yesus adalah simbol pembebasan; Selain dapat membebaskan manusia dari dosa warisan Adam, juga dapat membebaskan manusia dari dampak fatalnya dosa. Selain itu, darah Yesus juga mampu membebaskan manusia dari hati nurani yang bersalah, hingga akhirnya kelak mampu berdiri di hadapoan Tuhan tanpa rasa takut.53 Pengorbanan darah Yesus, dalam pandangan Saksi-Saksi Yehuwa, sudah lebih dari cukup guna menggambarkan kesakralan darah sebagai salah sebuah doktrin utamanya. 54 Kepercayaan Saksi-Saksi Yehuwa atas kesucian darah juga melahirkan pemahaman akan keharaman transfusi darah dengan cara apapun berdasarkan Acts 21: 25. Seorang penganut Kristiani yang benar, dalam pandangan Saksi-Saksi Yehuwa tidak akan menerima transfusi darah, meskipun dalam keadaan kritis sekalipun; sesuai dengan yang mereka kutip dalam Matthew 16: 25, menjaga kehidupan tidaklah dengan melakukan apa yang dilarang Tuhan.55 Saksi-Saksi Yehuwa juga mengklaim sejumlah penelitian medis yang menunjukkan bahwa transfusi darah justru membuat tubuh manusia lebih rentan terhadap penyakit bahkan termasuk penyakit kronis seperti kanker dan AIDS.56 51 Jehovah’s Witnesses, Insight on the Scriptures, vol. 1 (Wallkill, New York: Watchtower Bible and Tract Society of New York, 2018), 344–46. 52 Jehovah’s Witnesses, “The Real Value of Blood,” Awake!, Agustus 2006, 11. 53 Jehovah’s Witnesses, “Delivered by ‘Precious Blood,’” The Watchtower—Study Edition, 15 Maret 2006, 8–9. 54 Ridley, “Jehovah’s Witnesses’ Refusal of Blood”; Donaldo Francesco Altomare dkk., “Fear and Fascination of Blood. Horror Sanguinis: Changes in Meaning through Centuries and Cultures,” Surgery 169, no. 6 (Juni 2021): 1553–55, https://doi.org/10.1016/j.surg.2021.01.015. 55 Witnesses, “Showing Respect for Life and Blood.” 56 Jehovah’s Witnesses, How Can Blood Save Your Life? (Watchtower Bible and Tract Society of New York, 1990), 7–8; John R Spencer, “A Point of Contention: The Scriptural Basis for the Jehovah’s Witnesses’ Refusal of Blood Transfusions.,” Theology & Religious Studies 61 (2002): 23, https://doi.org/DOI: 10.1093/chbi.8.1.63.8761; Ms Gohel dkk., “How to Approach Major Surgery Where Patients Refuse Blood Transfusion (Including Jehovah’s Witnesses),” Annals of The Royal College of Surgeons of England 87, no. 1 (1 Januari 2005): 3–14, https://doi.org/10.1308/1478708051414. Abdullah Muslich Rizal Maulana, dkk. 12 Dari uraian di atas, dapatlah dipahami secara umum betapa Saksi-Saksi Yehuwa memandang darah sebagai sesuatu yang sakral hingga mengatur bagaimana cara makan dan pengobatan mereka. Pembahasan berikutnya akan menjelajahi kesakralan darah lebih lanjut dalam ajaran Saksi-Saksi Yehuwa berdasarkan model analisis Mircea Eliade. Analisa Kesakralan Darah dalam Saksi-Saksi Yehuwa: Model Hierofani Mircea Eliade Kesadaran manusia akan sesuatu yang sakral, Menurut Mircea Eliade, lahir oleh karena objek-objek tersebut menampakkan dirinya sebagai sesuatu yang sepenuhnya berbeda dengan yang profan. Hierofani (Hierophany) adalah terma yang ditawarkan sebagai padanan atas suatu objek oleh karena sesuatu yang sakral (itu) menampakkan dirinya kepada kita.57 Eliade menekankan Hierofani sebagai sebuah proses manifestasi kesakralan pada sebuah item yang ‘profan’; dengan kata lain, setiap benda bisa menjadi sakral dalam arti objek tersebut telah menjadi sesuatu yang berbeda namun tetap menjadi sebagaimana adanya.58 Ketika sesuatu yang sakral memanifestasikan dirinya dalam Hierofani, benda tersebut tidak hanya ‘menembus’ homoginitas ruang nyata namun juga menyingkap realitas absolut yang berlawanan dengan item-item profan yang ada di sekelilingnya.59 Hierofani, selain menunjukkan sejumlah pengandain akan sesuatu yang sakral juga menjadi landasan akan kepercayaan dan perilaku manusia60 yang berwujud dalam mitos, ritus, dan lain sebagainya.61 Demikianlah Hierofani melahirkan simbol-simbol keagamaan tertentu yang membedakan antara mana yang sakral dan profan bagi kehidupan.62 Simbol-simbol keagamaan kemudian juga berfungsi secara dialektis sebagai solidaritas permanen antara manusia dengan Tuhan,63 sebagaimana Eliade menulis: “At best, a thing that becomes a symbol tends to become one with the Whole, just as the hierophany tends to embody all of the sacred, to include in itself all the manifestations of sacred power….” 64 Kesakralan darah dalam pandangan Saksi-Saksi Yehuwa semakin dapat dipahami secara jelas melalui bangunan analisis Hierofani sesuai dengan yang dipaparkan oleh Mircea Eliade terutama mempertimbangkan terutama bahwa Kesakralan darah hadir berdasarkan adanya jiwa, 57 Eliade, The Sacred and The Profane The Nature of Religion, 11. 58 Eliade, 12; Eliade, Patterns in Comparative Religion, 158, 460. 59 Eliade, The Sacred and The Profane The Nature of Religion, 21, 28. 60 Eliade, 21; Turoń-Kowalska, “BETWEEN SACRUM AND PROFANUM. THE PROBLEM OF MYTH IN THE WORKS OF MIRCEA ELIADE AND LESZEK KOŁAKOWSKI.” 61 Eliade, Myth and Reality, 23. 62 Eliade, The Sacred and The Profane The Nature of Religion, 38–42; Ivan Th J. Weismann, “Simbolisme Menurut Mircea Eliade,” Jurnal Jaffray 2, no. 1 (2 April 2005): 54–60. 63 Eliade, Patterns in Comparative Religion, 446–48. 64 Eliade, 452. 13 roh, atau kehidupan di dalamnya.65 Hal ini diargumentasikan Saksi-Saksi Yehuwa berdasarkan The New Translation sebagaimana berikut: “3) Every moving animal that is alive may serve as food for you. Just as I gave you the green vegetation, I give them all to you. 4) Only flesh with its life*—its blood—you must not eat.”66 Kehidupan yang ada di dalam darah makhluk, berkonsekuensi akan perintah menjauhi darah sekaligus haramnya menyantap makanan yang masih mengandung darah, sebagaimana ditunjukkan dalam pembacaan mereka sebagai berikut: “13) If one of the Israelites or some foreigner who is residing in your midst is hunting and catches a wild animal or a bird that may be eaten, he must pour its blood out and cover it with dust. 14) For the life of every sort of flesh is its blood, because the life* is in it. Consequently, I said to the Israelites: “You must not eat the blood of any sort of flesh because the life* of every sort of flesh is its blood. Anyone eating it will be cut off.”67 “ 28) For the holy spirit and we ourselves have favored adding no further burden to you except these necessary things. 29) to keep abstaining from things sacrificed to idols, from blood, from what is strangled, and from sexual immorality. If you carefully keep yourselves from these things, you will prosper. Good health to you!”68 Ayat tersebut menunjukkan betapa menurut kepercayaan Saksi-Saksi Yehuwa, darah merepresentasikan kehidupan. Oleh karena kehidupan sendirinya sakral atau suci sebagai anugerah dari Tuhan, darah pun sakral sakral oleh karena keseluruhan fase kehidupan tidaklah lain kecuali melibatkan darah.69 Saksi-Saksi Yehuwa, mencatat bahwa peringatan itu berulang kali disebutkan Tuhan dalam Leviticus 3:17; 17:10, 11, 14 dan Deuteronomy 12:16, 23.70 Seiring dengan itu, Saksi-Saksi Yehuwa juga mencela pembunuhan dalam bentuk apapun. Pembunuhan, yang dalam praktiknya menumpahkan darah seseorang telah mengotori bumi dan guna menghilangkannya, sang pembunuh harus dihukum mati;71 mengikuti apa yang difirmankan Tuhan dalam The New Translation: 65 Witnesses, “Showing Respect for Life and Blood,” 24. 66 Jehovah’s Witnesses, “New World Translation of the Holy Scriptures” (Watchtower Bible and Tract Society of Pennsylvania, 2013), bk. Genesis 9: 3-4. 67 Witnesses, bk. Leviticus 17: 13-14. 68 Witnesses, bk. Acts 15: 28-29. 69 Jehovah’s Witnesses, “God’s View of Blood,” dalam Enjoy Life Forever! An Interactive Bible Course (Wallkill, New York: Watchtower Bible and Tract Society of New York, 2021), 163; Witnesses, Insight on the Scriptures, 1:344. 70 Witnesses, “The Real Value of Blood,” 11. 71 Witnesses, Insight on the Scriptures, 1:334. Abdullah Muslich Rizal Maulana, dkk. 14 “5) Besides that, I will demand an accounting for your lifeblood. I will demand an accounting from every living creature; and from each man I will demand an accounting for the life of his brother. 6) Anyone shedding man’s blood, by man will his own blood be shed, for in God’s image He made man.”72 Saksi-Saksi Yehuwa menjelaskan, bahwa pembunuhan hanya dapat dilakukan melalui lembaga pemerintah yang berotoritas dan tidak ada denda atau tembusan yang bisa diberikan untuk pelaku pembunuhan selamat dari hukuman mati, mengikuti apa yang sudah tertulis dalam Genesis 9: 5-6 dan Numbers 35: 19-21, 31, 33;73 Hukum ini, pun diperluas dalam konteks pembunuhan yang berasal dari ketidaksengajaan pelaku, di mana pelaku terlindungi dari hukuman mati berdasarkan putusan pengadilan resmi, mengikuti Numbers 17: 8-9; 35:6-29; Deuteronomy 19:2-13; Joshua 20:2-9; dan 2 Chronicles 19: 10.74 Dalam konteks medis, Saksi-Saksi Yehuwa mengklaim transfusi darah merupakan prosedur kesehatan yang melanggar hukum Tuhan. Memasukkan darah ke dalam tubuh -baik sebagiannya saja seperti sel darah merah, sel darah putih, trombosit, plasma ataupun keseluruhan bagian darah- adalah di antara larangan Tuhan sebagaimana telah dimaktub di atas. Oleh karena itulah, penganut Saksi-Saksi Yehuwa menolak model pengobatan melalui transfusi darah.75 Pemahaman ini, banyak dilihat sebagai sebuah pemahaman yang kontradiktif dan berbahaya menurut pandangan-pandangan medis, sebagaimana yang telah diteliti oleh Muramoto (1998), Ridley (1999), Gutierrez-Vega (2014), dan Pugh (2020).76 Jikalau dicermati, hanya ada dua ‘penggunaan darah’ yang diperbolehkan dalam Saksi-Sakwi Yehuwa; di mana keduanya pun murni terkait dengan pengampunan dosa umat manusia. Darah yang pertama adalah darah hewan kurban sebagaimana diatur dalam Mosaic Law yang memang dipermaksudkan sebagai pengorbanan dalam rangka pertaubatan.77 Darah hewan kurban sebagaimana dimaksud, sangatlah selaras dengan darah yang kedua yaitu darah Yesus, di mana Yesus mengorbankan kehidupan manusianya yang sempurna demi pengampunan atas segenap dosa manusia.78 Terkait dengan ini, Saksi-Saksi Yehuwa mengutip dalam The New Translation: 72 Witnesses, “New World Translation of the Holy Scriptures,” bk. Genesis 9: 5-6. 73 Witnesses, Insight on the Scriptures, 1:344. 74 Jehovah’s Witnesses, “Avenger Of Blood,” dalam Aid to Bible Understanding (Wallkill, New York: Watchtower Bible and Tract Society of New York, 1971), 167. 75 Jehovah’s Witnesses, Enjoy Life Forever! An Interactive Bible Course (Wallkill, New York: Watchtower Bible and Tract Society of New York, 2021), 164. 76 Ridley, “Jehovah’s Witnesses’ Refusal of Blood”; Muramoto, “Bioethics of the Refusal of Blood by Jehovah’s Witnesses”; Gutierrez-Vega, Gallegos-Garza, dan Fajardo-Dolci, “Blood Transfusion in Jehovah’s Witnesses, a Dilemma in Medicine?”; Pugh, Autonomy, Rationality, and Contemporary Bioethics; Pugh, 215–21. 77 Witnesses, Insight on the Scriptures, 1:344. 78 Witnesses, 1:344; Jehovah’s Witnesses, “What Can the Bible Teach Us?,” Watchtower Bible and Tract Society of New York, Oktober 2016, 139. 15 “10) ‘If any man of the house of Israel or any foreigner who is residing in your midst eats any sort of blood, I will certainly set my face against the onea who is eating the blood, and I will cut him off from among his people. 11) For the life of the flesh is in the blood and I myself have given it on the altar for you to make atonement for yourselves, because it is the blood that makes atonementi by means of the life in it.”79 “5) So when he comes into the world, he says: “‘Sacrifice and offering you did not want, but you prepared a body for me…. 10)By this “will” we have been sanctified through the offering of the body of Jesus Christ once for all time.”80 Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat dipahami bahwa secara umum, kesakralan darah dalam pandangan Saksi-Saksi Yehuwa hadir berdasarkan manifestasi dari ajaran-ajaran keagamaan. Mengikuti formula yang digambarkan Mircea Eliade, darah dalam kepercayaan umat Saksi-Saksi Yehuwa adalah Hierofani (Hierophamy) dari ajaran-ajaran tersebut; jika darah dalam definisi umum hanyalah sebatas unsur biologis tubuh manusia yang profan, dengan mengimplementasikan adanya ajaran Saksi-Saksi Yehuwa, darah menjadi sebuah elemen yang ‘berbeda’ sebagai sebuah simbol dengan segenap nilai-nilai kesakralan yang agung. Pertimbangan selanjutkan akan konstruksi Hierofani dalam darah menurut pandangan Saksi-Saksi Yehuwa, adalah manifestasi darah sebagai simbol darah Yesus yang meninggal dunia tidaklah bermakna kehadiran Yesus secara ‘nyata’ dalam Ekaristi sebagaimana dianut oleh sejumlah besar denominasi Kekristenan.81 Saksi-Saksi Yehuwa, alih-alih mempercayai kehadiran nyata Yesus ketika Ekaristi, mengklaim bahwa darah dan tubuh Yesus dalam roti dan anggur semata-mata simbol yang tidak diartikan secara literal dengan kehadiran fisik Yesus: “The unleavened bread and red wine served at the Memorial are emblems, or symbols, of Christ’s flesh and blood. They are not miraculously changed into or mixed with his literal flesh and blood...”82 Argumentasi ini, lagi-lagi, berangkat dari kesakralan darah yang secara teologis tidak mungkin dilanggar oleh Yesus secara pribadi; Berangkat dari pembacaan atas Genesis 9: 3-4, Deuteronomy 12: 23, dan Acts 15: 20, 29, Saksi-Saksi Yehuwa berpendapat bahwa mustahil Yesus mengingkari perintah suci dari Tuhan tentang kesucian darah. 83 dalam The Watchower ditulis: “Would Jesus institute an observance that would require his followers to violate a sacred decree of Almighty God? 79 Witnesses, “New World Translation of the Holy Scriptures,” bk. Leviticus 17: 10-11. 80 Witnesses, bk. Hebrew 10: 5, 10. 81 R. C Sproul, “The Battle for the Table,” Ligonier Ministries, 1 November 2006, https://www.ligonier.org/learn/articles/battle-table. 82 Jehovah’s Witnesses, “The Lord’s Supper—Why Do Jehovah’s Witnesses Observe It Differently From the Way Other Religions Do?,” JW.ORG, 2018, https://www.jw.org/en/jehovahs-witnesses/faq/lords-supper/. 83 Jehovah’s Witnesses, “The Eucharist—The Facts Behind the Ritual,” The Watchtower, 1 April 2008, 27–28. Abdullah Muslich Rizal Maulana, dkk. 16 Impossible!” 84 Di sini, lagi-lagi muncul penekanan terkait roti dan anggur sebagai simbol yang merepresentasikan pengorbanan Tubuh Yesus dan darah yang ditumpahkan ketika kematiannya murni sebagai tebusan atas pengampunan dosa-dosa manusia, seperti yang termatuk di dalam Matthew 26: 28.85 Hierofani tidak mengklaim akan adanya kehadiran figur atau persona Tuhan di dalam benda-benda yang disakralkan tersebut, namun mempercayai adanya kemungkinan sakralisasi benda-benda lain dalam sebuah sistem keagamaan oleh karena pengalaman masyarakat yang beragam bisa menjadikan sesuatu yang profan menjadi sakral dalam prosesnya;86 demikian Hierofani mengantarkan gagasan evolusi konsep-konsep keagamaan yang terealisasi dalam mitos, ritus, dan simbol-simbol keagamaan lainnya,87 yang dalam konteks teologis Saksi-Saksi Yehuwa di sini adalah darah sebagai sebuah simbol kesakralan. Berikut bagan analisis kesakralan darah dalam ajaran Saksi-Saksi Yehuwa berdasarkan model Hierofani Mircea Eliade: Gambar 1 Analisa Kesakralan Darah dalam Saksi-Saksi Yehuwa berdasarkan model Hierofani Mircea Eliade PENUTUP Menjawab pertanyaan penelitian yang telah tertulis dalam Pendahuluan, dapat kita simpulkan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa memandang darah sebagai suatu yang suci dikarenakan bahwa darah 84 Witnesses, 28. 85 Witnesses, 28. 86 Eliade, The Sacred and The Profane The Nature of Religion, 20–21. 87 Eliade, 21; Eliade, Myth and Reality, 6, 23; Eliade, Cosmos and History The Myth of Eternal Return, 5. 17 merupakan simbol kehidupan. Ada sejumlah fondasi teologis yang mengungkapkan kesakralan darah sebagaimana termaktub yang kemudian menjadikan darah suatu zat yang haram untuk masuk ke depan tubuh baik dalam bentuk konsumsi maupun transfusi. Saksi-Saksi Yehuwa juga melarang keras pembunuhan yang kelak akan mencederai kesucian tersebut, oleh karena kesakralan darah merujuk kepada simbol kehidupan yang dikandungnya, menumpahkan darah adalah sebuah pelanggaran besar. Darah Yesus ketika Ia wafat, terlebih lagi merupakan simbol kesucian puncak kan pengampunan dosa seluruh umat manusia. Dalam konstruksi Hierofani, darah dalam pandangan Saksi-Saksi Yehuwa suci sebagai simbol ajaran keagamaan tertentu yang sakral berdasarkan sejumlah gagasan yang telah dipaparkan di atas. Penelitian yang terbatas ini, akhirnya diharapkan mampu memberikan sebuah celah akademis baru dalam studi Antropologi Agama akan nilai-nilai keagamaan yang hadir sebagai Hierofani dalam simbol-simbol yang membangun struktur keagamaan tertentu, yang menjadi semakin menarik untuk dikaji mempertimbangkan posisi Saksi-Saksi Yehuwa di antara denominasi Kristen lainnya. DAFTAR PUSTAKA Agrimson, Laurie B., dan Lois B. Taft. “Spiritual Crisis: A Concept Analysis.” Journal of Advanced Nursing 65, no. 2 (Februari 2009): 454–61. https://doi.org/10.1111/j.1365-2648.2008.04869.x. Aliyanto, Deki Nofa, dan Sinta Kumala Sari. “Warna Merah Dalam Tradisi Etnis Tionghoa Sebagai Jembatan Komunikasi Untuk Memperkenalkan Makna Darah Yesus.” Jurnal Gamaliel :Teologi Praktika 1, no. 2 (September 2019): 1–200. Altomare, Donaldo Francesco, Elisabetta Martinelli, Arcangelo Picciariello, Gennaro Martines, dan Elisa De Giorgi. “Fear and Fascination of Blood. Horror Sanguinis: Changes in Meaning through Centuries and Cultures.” Surgery 169, no. 6 (Juni 2021): 1553–55. https://doi.org/10.1016/j.surg.2021.01.015. Barth, Christiane. “In Illo Tempore, Im Zentrum Der Welt: Mircea Eliade Und Religionswissenschaftliche Konzepte von Heiliger Zeit Und Heiligem Raum In Illo Tempore, at the Center of the World: Mircea Eliade and Religious Studies’ Concepts of Sacred Time and Space.” Historical Social Research Vol. 38 No. 3 (2013): 75. https://doi.org/10.12759/HSR.38.2013.3.59-75. Berger, Peter L. The Sacred Canopy Elements of a Sociological Theory of Religion. New York: Doubleday & Company, Inc, 1967. Boon, Jessica A. “The Incarnate Body and Blood in Christianity.” Dalam The Wiley Blackwell Companion to Religion and Materiality, 43–60. John Wiley & Sons, Ltd, 2020. https://doi.org/10.1002/9781118660072.ch2. Caroli, Giovanni. Humanism, Theology, and Spiritual Crisis in Renaissance Florence: Giovanni Caroli’s Liber dierum lucensium: A Critical Edition, English Translation, Commentary, and Introduction. Disunting oleh Amos Edelheit. BRILL, 2018. https://doi.org/10.1163/9789004346130. Casanova, José. “Global Religious and Secular Dynamics: The Modern System of Classification.” Brill Research Perspectives in Religion and Politics 1, no. 1 (2019): 1–74. https://doi.org/10.1163/25895850-12340001. Abdullah Muslich Rizal Maulana, dkk. 18 Choliq, Abdul. “MANAJEMEN BIMBINGAN KELUARGA BAHAGIA MENURUT AGAMA SAMAWI: Islam dan Kristen Saksi-Saksi Yehuwa.” JURNAL ILMU DAKWAH 35, no. 1 (2015): 78–95. Dafni, Amots. “The Supernatural Characters and Powers of Sacred Trees in the Holy Land.” Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine, 2007, 16. Durkheim, Emile. The Elementary Forms of Religious Life. Diterjemahkan oleh Karen E. Fields. New York: Free Press, 1995. Eliade, Mircea. Cosmos and History The Myth of Eternal Return. Diterjemahkan oleh Williard R.Trask. New York: Harper & Brothers, 1954. ———. Myth and Reality. Diterjemahkan oleh Willard R. Trask. New York: Harper & Row, 1963. ———. Patterns in Comparative Religion. Diterjemahkan oleh Sheed Rosmery. New York: Editions Payot, Paris, 1958. ———. The Sacred and The Profane The Nature of Religion. Diterjemahkan oleh Williard R.Trask. New York: a Harvast Book, 1959. Eliade, Mircea, dan Wendy Doniger. “Foreword to The 2004 Edition.” Dalam Shamanism : Archaic Techniques of Ecstasy, diterjemahkan oleh Willard R. Trask. Princeton, NJ: Princeton University Press, 2004. Evans, Matthew T. “The Sacred: Differentiating, Clarifying and Extending Concepts.” Review of Religious Research 45, no. 1 (2003): 32–47. Frunză, Sandu. “HUMAN CONDITION AND THE SACRED IN THE DIGITAL ERA.” Journal for the Study of Religions and Ideologies 18, no. 52 (2019): 14. Geisshuesler, Flavio A. “A Parapsychologist, an Anthropologist, and a Vitalist Walk into a Laboratory: Ernesto de Martino, Mircea Eliade, and a Forgotten Chapter in the Disciplinary History of Religious Studies.” Religions 10, no. 5 (1 Mei 2019): 304. https://doi.org/10.3390/rel10050304. Gellner, David N. “Anthropological Approaches.” Dalam Approaches to The Study of Religion, disunting oleh Peter Connolly, Reprinted., 10–41. London: Continuum, 2002. Gohel, Ms, Ra Bulbulia, Fj Slim, Kr Poskitt, dan Mr Whyman. “How to Approach Major Surgery Where Patients Refuse Blood Transfusion (Including Jehovah’s Witnesses).” Annals of The Royal College of Surgeons of England 87, no. 1 (1 Januari 2005): 3–14. https://doi.org/10.1308/1478708051414. Gribetz, Sarit Kattan. “Sacred Spaces.” Dalam A Companion to Late Ancient Jews and Judaism, 455–75. John Wiley & Sons, Ltd, 2020. https://doi.org/10.1002/9781119113843.ch28. Groza, Elvira, dan Adrian Groza. “THE EXPERIENCE OF THE LIMIT OR THE FAILURE OF THE HUMAN: A PHILOSOPHICAL ANTHROPOLOGY AGAINST THE BACKDROP OF THE SACRED-PROFANE DIALECTIC.” Journal for the Study of Religions and Ideologies 20, no. 59 (2021): 17. Gutierrez-Vega, Rafael, Adriana Cecilia Gallegos-Garza, dan Germán Fajardo-Dolci. “Blood Transfusion in Jehovah’s Witnesses, a Dilemma in Medicine?” Revista Médica Del Hospital General De México 77, no. 4 (Oktober 2014): 195–98. https://doi.org/10.1016/j.hgmx.2014.10.001. Harefa, Berkat Setiaman. “MENJAWAB KESALAHAN KONSEP KRISTOLOGI SAKSI-SAKSI YEHUWA.” Preprint. Open Science Framework, 28 Mei 2021. https://doi.org/10.31219/osf.io/7xyzs. Hjelm, Titus. “Discourse Analysis.” Dalam The Routledge Handbook of Research Methods in The Study of Religion, disunting oleh Michael Stausberg dan Steven Engler, 134–56. London ; New York: Routledge, 2011. Hlúšek, Radoslav. “Ritual landscape and sacred mountains in past and present Mesoamerica.” Reviews in Anthropology 49, no. 1–2 (2 April 2020): 39–60. https://doi.org/10.1080/00938157.2020.1805168. 19 Hwang, Eun Young. “CHARLES TAYLOR AND MIRCEA ELIADE ON RELIGION, MORALITY AND ORDINARY LIFE.” Journal for the Study of Religions and Ideologies 20, no. 59 (2021): 15. Ismail, Roni. “DOGMA TRITUNGGAL MENURUT KRISTEN SAKSI-SAKSI YEHUWA.” RELIGI JURNAL STUDI AGAMA-AGAMA 13, no. 2 (Juli 2017): 133–53. https://doi.org/10.14421/rejusta.2017.1302-01. ———. “Kedudukan Yesus dalam Ajaran Kristen Saksi Yehuwa.” Jurnal Religi 11, no. 2 (Juni 2018): 1–21. https://doi.org/10.14421/jsa.2017.112-08. ———. “KONSEP KETUHANAN MENURUT KRISTEN SAKSI YEHUWA.” Jurnal Sosiologi Agama 10, no. 2 (20 Juli 2017): 111–32. https://doi.org/10.14421/jsa.2016.1002-04. ———. “Konsep Wahyu Menurut Saksi-Saksi Yehuwa.” Jurnal Religi 14, no. 1 (Agustus 2021): 1–10. Ivanenko, Sergey. “Opposition to Jehovah’s Witnesses in Russia: The Anti-Cult Context. The Role of Anti-Cult Myths About Jehovah’s Witnesses in the Increasing Persecution of This Denomination in the Russian Federation.” The Journal of CESNUR, no. Volume 4, Issue 6 (4 November 2020): 25–40. https://doi.org/10.26338/tjoc.2020.4.6.3. Jehovah’s Witnesses. Enjoy Life Forever! An Interactive Bible Course. Wallkill, New York: Watchtower Bible and Tract Society of New York, 2021. Jung, C. G., dan Aniela Jaffé. Memories, Dreams, Reflections. Rev. ed. New York: Vintage Books, 1989. Kusumawati, Aning Ayu. “NYADRAN SEBAGAI REALITAS YANG SAKRAL: PERSPEKTIF MIRCEA ELIADE.” thaqafiyyat 14, no. 1 (2013): 1–16. Larson, Paul. “Hierophany.” Dalam Encyclopedia of Psychology and Religion, disunting oleh David A. Leeming, 804–5. Boston, MA: Springer US, 2014. https://doi.org/10.1007/978-1-4614-6086-2_300. Mibtadin. “Transformasi Rural Sufism ke Spiritualitas Kemanusiaan Kalangan Muslimat NU Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.” Jurnal SMART (Studi Masyarakat, Religi, dan Tradisi) 6, no. 1 (29 Juni 2020): 97–112. https://doi.org/10.18784/smart.v6i1.830. Muhammad, Nurdinah. “MEMAHAMI KONSEP SAKRAL DAN PROFAN DALAM AGAMA-AGAMA” 15, no. 2 (2013): 13. Muramoto, O. “Bioethics of the Refusal of Blood by Jehovah’s Witnesses: Part 1. Should Bioethical Deliberation Consider Dissidents’ Views?” Journal of Medical Ethics 24, no. 4 (1 Agustus 1998): 223–30. https://doi.org/10.1136/jme.24.4.223. Pals, Daniel L. Nine Theories of Religion. Third edition. New York: Oxford University Press, 2015. Pickering, W. S. F. Durkheim’s Sociology of Religion: Themes and Theories. 1 ed. ISD LLC, 2009. Preda, Alina. “Towards an Integral Study of Religiosity Rooted in Mircea Eliade’s New Humanism.” Studia Universitatis Babeș-Bolyai Philologia 66, no. 1 (30 Maret 2021): 109–25. https://doi.org/10.24193/subbphilo.2021.1.09. Pugh, Jonathan. Autonomy, Rationality, and Contemporary Bioethics. First edition. Oxford Philosophical Monographs. Oxford, United Kingdom ; New York, NY: Oxford University Press, 2020. Ridley, D T. “Jehovah’s Witnesses’ Refusal of Blood: Obedience to Scripture and Religious Conscience.” Journal of Medical Ethics 25, no. 6 (1 Desember 1999): 469–72. https://doi.org/10.1136/jme.25.6.469. Robinson, Howard. Perception. Disunting oleh Ted Honderich. London: Rouletdge, 2003. Sidky, H. “The Study of Religion in Anthropology: Science, Non-Science, and Nonsense.” Journal of Cognitive Historiography 6, no. 1–2 (6 Januari 2022): 217–28. https://doi.org/10.1558/jch.41062. Sinks, Kristina. “The Sacred, The Profane, and The Spirit.” Journal Religious Studies 2, no. 2 (2017): 14. Spencer, John R. “A Point of Contention: The Scriptural Basis for the Jehovah’s Witnesses’ Refusal of Blood Transfusions.” Theology & Religious Studies 61 (2002): 23. https://doi.org/DOI: 10.1093/chbi.8.1.63.8761. Abdullah Muslich Rizal Maulana, dkk. 20 Sproul, R. C. “The Battle for the Table.” Ligonier Ministries, 1 November 2006. https://www.ligonier.org/learn/articles/battle-table. Stein, Daniel H. “A Sacred Commitment: How Rituals Promote Group Survival.” Current Opinion in Psychology, 2021, 7. Turoń-Kowalska, Agnieszka. “BETWEEN SACRUM AND PROFANUM. THE PROBLEM OF MYTH IN THE WORKS OF MIRCEA ELIADE AND LESZEK KOŁAKOWSKI.” Journal for the Study of Religions and Ideologies 20, no. 59 (2021): 17. Weismann, Ivan Th J. “Simbolisme Menurut Mircea Eliade.” Jurnal Jaffray 2, no. 1 (2 April 2005): 54–60. Witnesses, Jehovah’s. “Avenger Of Blood.” Dalam Aid to Bible Understanding, 167. Wallkill, New York: Watchtower Bible and Tract Society of New York, 1971. Witnesses, Jehovah’s. “Delivered by ‘Precious Blood.’” The Watchtower—Study Edition, 15 Maret 2006. Witnesses, Jehovah’s. “God’s View of Blood.” Dalam Enjoy Life Forever! An Interactive Bible Course. Wallkill, New York: Watchtower Bible and Tract Society of New York, 2021. ———. How Can Blood Save Your Life? Watchtower Bible and Tract Society of New York, 1990. ———. Insight on the Scriptures. Vol. 1. 2 vol. Wallkill, New York: Watchtower Bible and Tract Society of New York, 2018. ———. “New World Translation of the Holy Scriptures.” Watchtower Bible and Tract Society of Pennsylvania, 2013. ———. “Saving Life With Blood—How?” The Watchtower, 15 Juni 1991. ———. “Showing Respect for Life and Blood.” Dalam What Does God Require of Us?, 24–25. Watchtower Bible and Tract Society of New York, 2021. https://www.jw.org/en/library/books/What-Does-God-Require-of-Us/Showing-Respect-for-Life-and-Blood/. ———. “The Eucharist—The Facts Behind the Ritual.” The Watchtower, 1 April 2008. ———. “The Lord’s Supper—Why Do Jehovah’s Witnesses Observe It Differently From the Way Other Religions Do?” JW.ORG, 2018. https://www.jw.org/en/jehovahs-witnesses/faq/lords-supper/. Witnesses, Jehovah’s. “The Real Value of Blood.” Awake!, Agustus 2006. ———. “What Can the Bible Teach Us?” Watchtower Bible and Tract Society of New York, Oktober 2016. Woods, Jr, Robert H., dan Chad Nelson. “Content Analysis.” Dalam The Routledge Handbook of Research Methods in The Study of Religion, disunting oleh Michael Stausberg dan Steven Engler, 109–21. London ; New York: Routledge, 2011. Wulandari, Tantri. “AGAMA: ANTARA YANG SAKRAL, YANG PROFAN DAN FENOMENA DESAKRALISASI.” Refleksi Jurnal Filsafat dan Pemikiran Islam 14, no. 2 (2014): 165–77. Zubaidi, Fuad. “PERWUJUDAN KONSEP DAN NILAI-NILAI KOSMOLOGI PADA BANGUNAN RUMAH TRADISIONAL TORAJA.” Ruang 2, no. 1 (2010): 1–8.
Clean Full Text(not set)
Language(not set)
Doi10.14421/rejusta.v20i1.3570
Arxiv(not set)
Mag(not set)
Acl(not set)
Pmid(not set)
Pmcid(not set)
Pub Date2024-06-30 01:00:00
Pub Year2024
Journal Name(not set)
Journal Volume(not set)
Journal Page(not set)
Publication Types(not set)
Tldr(not set)
Tldr Version(not set)
Generated Tldr(not set)
Search Term UsedJehovah's AND yearPublished>=2024
Reference Count(not set)
Citation Count(not set)
Influential Citation Count(not set)
Last Update2024-11-04 00:00:00
Status0
Aws Job(not set)
Last Checked(not set)
Modified2025-01-13 22:05:22
Created2025-01-13 22:05:22